Jumat, 07 Desember 2007

Mengejar Bayangan

Sesosok lelaki berpakaian aneh menghampiri lelaki tua yang sedang membersihkan sudut-sudut kota, ia tidak sedikitpun tahu maksud orang yang mendekati sambil menyalaminya. Yang ia tahu lelaki aneh itu berpakain serba hitam bertopi lebar dengan tangan kiri memegang tongkat hitam menjuntai didampingi petugas keamanan dan polisi, kemudian arisaku bajunya ia keluarkan sejumlah uang yang tak pernah ia liat sebelumnya.

Seperti mendapat durian runtuh, begitulah pepatah yang pas untuk melukiskan keadaan Tukiman, lelaki berusia 40 tahun ini mendapat rezeki mendadak dari acara sebuah televisi swasta sebesar 10 juta rupiah. Uang sebanyak itu tak pernah ia bayangkan walau dalam mimpi sekalipun, dan kini uang itu ada di tangannya yang gemetaran. Kaget, bingung dan bahagia bercampur-baur dalam hatinya, ia cium tangan lelaki aneh yang mendatanginya lalu ia menangis bahagia di pangkuan dewa fortunanya.


Uang yang ia dapatkan melebihi sepuluh kali uang gajinya itu harus ia habiskan hari itu juga dengan waktu yang telah di tentukan. Hari itu juga ia belanjakan semua uangnya untuk keperluan yang penting maupun yang tidak penting, dari mulai beli sembako, alat rumah tangga, barang elektronik untuk hiburan sampai Handphone yang sama sekali tidak ia butuhkan. Uang habis hati gembira bisa membeli semua yang pernah ia idam-idamkan, bangga didepan tetangga-tetangganya karena kaya mendadak, puas mampu membahagiakan keluarganya yang selama bertahun-tahun hanya mampu ia kasih makan dan baju seadanya.

***


gambaran kebahagian yang dialami Tukiman yang ia saksikan di televisi selalu saja membayang di benak Narto bahkan membekas dihatinya, menjadi orang kaya bagaikan sebuah kata yang terpatri diotaknya untuk dijadikan tujuan hidup. Menjadi orang kaya mendadak adalah impiannya sejak dua tahun di-PHK dari kerjaannya sebagai buruh pabrik tekstil di kawasan industri bekasi, bayangan itu selalu muncul tatkala ia ingat anak istri yang sudah lama dititipkan di rumah mertua karena tak mampu lagi ia biayai. Bukan tak malu itu ia lakukan, namun tak ada pilihan lain bagi dirinya yang kini menganggur dan mengadu nasib di ibukota.


Menjadi penganggur menjadi beban tersendiri bagi dirinya yang sudah berkeluarga, apalagi tak ada sedikit pun keahlian yang ia miliki, pendidikan pun hanya ia selesaikan sampai kelas 2 smp, itupun dengan biaya banting tulang ayahnya yang tukang parkir. Lalu ia keluar sekolah dan mencari kerja serabutan di ibukota, yang akhirnya mengantarkannya menjadi buruh pabrik bermodal kenalan keluarga yang sudah terlebih dahulu menjadi buruh pabrik di bekasi. Setahun bekerja lalu menikah dengan sesama buruh pabrik, dan kemudian di-PHK masal bersama-sama, sebuah kisah klise bagi orang-orang miskin seperti dirinya.


Bayangan uang jutaan rupiah dari seseorang yang tiba-tiba datang menemuinya kembali hadir, bahkan kini hadir didalam mimpi ketika tertidur pulas di emperan toko. Ia dalam mimpinya mendapat rejeki nomplok dari seorang artis nan cantik jelita, lalu mengajaknya berkeliling kota sambil membelanjakan seluruh uangnya sampai ia berteriak kegirangan sendiri. Diujung mimpi ia melihat kawannya dikejar petugas karena tiduran di emperan toko, ternyata ia terbangun oleh seruan kawan-kawannya yang lari di usir petugas kebersihan kota.


Bayangan menjadi jutaan kadang menjadi sebuah lamunan yang mengasyikan diantara himpitan hidup yang semakin sulit. Ia bayangankan seseorang berbaju serba hitam mendekat pada dirinya, lalu memberikan sejumlah uang dan menyurhnya membelanjakan habis uang yang ia terima sampai waktu yang ditentukan habis. Lalu ia berlari bak dikejar anjing Rabies menyusuri lorong-lorong pasar, yang ia tuju adalah sebuah mall yang megah untuk membeli semua impian tentang barang mewah yang belum pernah ia rasakan. Ia akan membeli televisi berwarna, kulkas dua pintu, spring bed, baju-baju bagus, tak lupa beberapa gram mas murni untuk istri tercinta ia beli dan tentunya sebuah handphone berharga jutaan untuk menelpon keluarga di kampung. Tentunya itu ia bayangkan dalam angan-angannya setelah ia tonton di sebuah acara televisi swasta kenamaan.


Apabila ada orang yang mirip-mirip artis mendekatinya, ia dengan semangat bertanya-tanya apakah ia dari acara televisi?namun ternyata hanya seseorang yang menanyakan jalan karena baru datang dari luar kota.


Bila ada orang yang minta tolong padanya, dengan semangat akan ia lakukan, bukan karena kasihan tapi karena terinspirasi sebuah acara televisi sehingga ia berharap itu adalah jebakan padanya yang pura-pura minta tolong padahal hanya menguji lalu akan memberinya beberapa lembar uang atas ketulusannya.


Pernah pada suatu hari seseorang bertopi hitam mirip pemain sulap mendekati kerumunan orang di pasar, lalu ia hampiri orang itu dan bertanya-tanya apakah dia mencari dirinya?namun sial, ia hanya seorang pemain teater yang menanyakan tempat pertunjukan di kota itu, malam nanti ia akan bermain teater disana.


***

kini hari-hari ia habiskan untuk melihat reality show tentang orang-orang yang ketiban rejeki mendadak, acara-acara kuis yang berhadiah jutan bahkan milyaran rupiah kini menjadi acara favouritnya, bahkan ia lupa dengan niatnya ke ibu kota untuk mencari kerja.


Ia sekarang lebih senang menghitung-hitung angka yang ia kumpulkan dari kertas-kertas yang dibuang, ia berpikir siapa tahu ia bisa mendapatkan uang dari tebak nomor yang berhadiah jutaan, sebuah cara menjadi kaya pantastic tentunya, segala belanjaannya kini ia perhitungkan, apakah ada hadiahnya atau tidak, dari mulai beli sabun mandi, odol, sikat gigi, sabun cuci, shampo, dan segala tetek bengek belanjaan sehari-hari. Kalo mau ngopi ataupun bikin mie, tak lupa ia pilih yang ada hadiah langsungnya. Segala jenis bungkus jajannan dan belanjaannya ia simpan, jangan-jangan nanti dijadikan syarat undian dan nanti ia bisa jadi jutawan.


besoknya ia kembali menonton televisi di warung langganannya tempat ia membunuh sepi disepanjang sore yang biasa. Tak ketinggalan ia tonton episode selanjutnya dari acara reality show orang-orang miskin yang mendapat hadiah berjuta-juta rupiah, dan kemudian ia berharap takdir menemuinya diujung gelisahnya akan kemiskinan yang tak kunjung padam.


Setelah selesai acara, ia kembali berkeliling pasar untuk melihat-lihat andai ada orang yang seperti diacara televisi, ia perhatikan raut-raut muka para pengunjung pasar. Ia amati orang-orang asing yang masuk kota, kemudian ia dekati orang-orang yang mencurigakan baik dari segi penampilan maupun bawaannya.


***


habis sudah acara reality show yang ia nikmati setiap sore di warung langganannya, lalu ia keluar dari warung untuk pulang. Namuan tiba-tiba ia dikejutkan sebuh mobil sedan panjang berwarna hitam yang berhenti pas dibelakangnya. Dari balik pintu keluar sosok tegap berkaca mata hitam didampingi seorang yang tua namun masih kelihatan tegap menghampirinya, lalu tanpa basa-basi ia diajak masuk mobil mewah, dan kemudian mobil melaju kencang sedangkan Narto tak tahu kemana ia akan dibawa, namun yang pasti ia tersenyum sambil benaknya melambungkan hayalan akan uang yang berjuta-juta akan menyelamatkan dirinya dari kemelaratan dan himpitan hidup yang tak pernah usai. Benarkah?

Pondok Sunyi, 17 Agustus 2006
gambar ilustrasi di comot tanpa ijin dari sini

1 komentar:

Anonim mengatakan...

...mengejar bayangan dan ironisnya bayangannya bersifat hiper realiti :(